Sejarah Kerajaan Surakarta dan Yogyakarta: Perjanjian Giyanti

by -21 Views

Sejarah pembentukan dua kerajaan terbesar di Jawa, Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, berawal dari Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Perjanjian ini menandai berakhirnya Kerajaan Mataram Islam dan pembentukan dua entitas kerajaan yang berdiri hingga hari ini di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Konflik di Kerajaan Mataram dimulai dari pertengkaran di antara keturunan Amangkurat IV, yaitu Pangeran Prabasuyasa, Pangeran Mangkubumi, dan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa. Konflik semakin rumit dengan campur tangan VOC di dalam suksesi Mataram, yang akhirnya menimbulkan perang saudara antara kubu Pakubuwana III yang didukung VOC dan Pangeran Mangkubumi.

Perjanjian Giyanti pada tahun 1755 resmi membagi Kerajaan Mataram Islam menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta yang dipimpin oleh Pakubuwana III dan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwana I. Meskipun perjanjian ini dibuat, konflik tidak langsung berakhir karena Raden Mas Said melanjutkan perjuangannya dan akhirnya menandatangani Perjanjian Salatiga, yang mengakui dirinya sebagai penguasa Kadipaten Mangkunegaran.

Setelah Perjanjian Giyanti, Kasultanan Yogyakarta didirikan setelah pertemuan antara Sultan Hamengkubuwana I dan Pakubuwana III. Sultan Hamengkubuwana I memilih melanjutkan tradisi Mataram sementara Pakubuwana III mengembangkan budaya baru. Pembangunan Keraton Yogyakarta dimulai pada tahun 1755 dan rampung hampir setahun kemudian.

Untuk mengenang peristiwa bersejarah ini, Monumen Perjanjian Giyanti didirikan di Karanganyar, Jawa Tengah. Monumen ini menjadi simbol perpecahan Mataram dan kelahiran dua kerajaan besar di Jawa, Surakarta dan Yogyakarta.

Source link