Harga Bitcoin (BTC) menguat kembali ke kisaran USD 85.000 pada awal pekan ini seiring dengan tarik ulur keputusan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Pemerintahan Trump mengumumkan bahwa barang-barang elektronik seperti smartphone dan laptop tidak akan dikenakan tarif impor 145% untuk produk asal China, memberikan dorongan bagi perusahaan teknologi AS seperti Apple yang sebagian besar produksinya berbasis di China. Namun, keesokan harinya, Trump menyatakan bahwa tarif tetap akan diberlakukan, meskipun kemungkinan lebih rendah. Pengecualian ini bersifat sementara, dengan pemerintah sedang menyiapkan kebijakan tarif baru yang lebih spesifik terutama untuk industri semikonduktor.
Menurut Financial Expert Ajaib, Panji Yudha, pemulihan harga Bitcoin ini bukan hanya sebagai respons terhadap kebijakan tarif, tetapi juga sebagai cermin dari daya tahan pasar kripto yang mulai terbentuk di tengah ketidakpastian global. Data inflasi AS terbaru juga menunjukkan kejutan positif, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) hanya naik 2,4% YoY pada bulan Maret yang jauh di bawah ekspektasi. Indeks Harga Produsen (PPI) juga turun 0,4%, merupakan penurunan bulanan terbesar sejak Oktober 2023, menunjukkan penurunan tekanan harga dari sisi hulu.
Panji Yudha juga menyatakan bahwa hasil data inflasi berperan dalam pemulihan harga Bitcoin dalam beberapa hari terakhir. Namun, penurunan inflasi tersebut bisa saja hanya bersifat jeda sementara dengan risiko efek lanjutan dari tarif dan sikap The Fed yang masih hawkish. Risalah pertemuan The Fed pada bulan Maret juga mencerminkan kekhawatiran terhadap potensi kenaikan inflasi, terutama jika tarif Trump mendorong kenaikan biaya impor.
Penting untuk diingat bahwa setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Sebaiknya melakukan pembelajaran dan analisis sebelum membeli dan menjual kripto. Liputan6.com sebagai sumber berita ini tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang mungkin timbul dari keputusan investasi.