Pemerintah Bolivia telah mengambil langkah inovatif dengan memanfaatkan mata uang kripto untuk membayar impor energi sebagai tanggapan terhadap krisis bahan bakar dan masalah kelangkaan dolar yang semakin meruncing. Dilansir dari Yahoo Finance, keputusan ini diumumkan oleh perusahaan energi milik negara, Yacimientos Petrolíferos Fiscales Bolivianos (YPFB), bersama dengan pejabat pemerintah dalam pernyataan kepada Reuters. Bolivia menghadapi penurunan drastis dalam cadangan devisa akibat penurunan ekspor gas alam yang telah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir, yang juga memperburuk krisis bahan bakar di negara tersebut.
YPFB telah memperkenalkan sistem baru yang memungkinkan penggunaan mata uang kripto dalam transaksi impor energi setelah mendapatkan persetujuan dari pemerintah. Langkah ini diambil untuk mendukung subsidi bahan bakar nasional di tengah keterbatasan cadangan dolar yang semakin kritis. Meskipun sistem pembayaran ini telah disetujui, belum sepenuhnya diterapkan dalam transaksi impor energi, namun rencananya akan segera diimplementasikan dalam waktu dekat.
Bolivia, yang sebelumnya dikenal sebagai pengekspor energi bersih berkat cadangan gas alamnya yang melimpah, kini menghadapi situasi di mana mereka bergantung pada impor energi. Penggunaan kripto oleh Bolivia dalam perdagangan energi menandakan perubahan besar dalam pendekatan negara berkembang menghadapi tantangan ekonomi global. Semakin banyak negara mencari alternatif terhadap penggunaan dolar AS, dan langkah Bolivia ini tampaknya mewakili pergeseran signifikan dalam dinamika perdagangan internasional. Sebagai pembaca, selalu penting untuk melakukan analisis menyeluruh sebelum memutuskan untuk berinvestasi dalam aset digital. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas hasil investasi yang mungkin timbul dari keputusan yang diambil berdasarkan informasi ini.