Fatherless, dalam konteks perkembangan anak, merujuk pada kondisi di mana seorang anak tumbuh tanpa kehadiran atau peran aktif seorang ayah dalam kehidupannya. Ketidakhadiran ayah dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti perceraian, kematian, atau faktor sosial lainnya. Hal ini semakin diperhatikan karena penelitian menunjukkan dampak besar dari ketiadaan figur ayah terhadap perkembangan anak. Badan Pusat Statistik Indonesia menyatakan bahwa pada tahun 2024, terjadi peningkatan jumlah rumah tangga dengan orang tua tunggal, dimana sekitar 18 persen di antaranya dipimpin oleh ibu tanpa kehadiran ayah.
Peran seorang ayah terhadap anak sangat penting, tidak hanya dari segi finansial tapi juga sebagai teladan dan sumber dukungan emosional. Kehadiran ayah membantu membentuk karakter anak, meningkatkan rasa percaya diri, dan keterampilan sosial. Sebaliknya, anak yang tumbuh tanpa figur ayah cenderung mengalami berbagai permasalahan seperti perilaku yang buruk, prestasi akademis rendah, dan kesulitan dalam menjalin hubungan sosial. Oleh karena itu, solusi seperti melibatkan figur ayah pengganti, bimbingan dan konseling, dukungan dari ibu dan keluarga, aktivitas positif, pendidikan karakter, dan kemandirian dapat membantu anak yang mengalami fatherless. Dalam menghadapi fenomena fatherless, kerjasama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah penting untuk memberikan dukungan optimal agar anak-anak dapat tumbuh menjadi individu yang mandiri, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan di masa depan.