BRIGADIER GENERAL TNI (RET.) ALOYSIUS BENEDICTUS MBOI

by -113 Views

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I: Pemimpin Teladan Tentara Republik Indonesia]

Saya belajar pelajaran hidup kunci ketika Pak Ben Mboi mengatakan, ‘Prabowo jika kamu ingin menjadi pemimpin yang baik, saya hanya dapat memberitahu kamu dua hal. Pertama, cintai rakyatmu dan kedua, gunakan akal sehatmu. Tidak akan salah.’

Itulah yang selalu saya ingat. Sebagai seorang pemimpin, kita harus mencintai rakyat, mencintai para bawahan. Kemudian kita harus menggunakan akal sehat. Kita tidak perlu terlalu berlebihan karena akal sehat biasanya berhasil.

Kata-katanya mengingatkan saya akan sebuah pepatah Jawa, “Ojo Rumongso Iso, Nanging Iso Rumongso.” Tidak cukup bagi pemimpin memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas, tetapi mereka juga harus mampu merasakan perasaan, penderitaan, dan kebutuhan orang lain. Itu adalah gagasan filosofis yang sangat dalam bagi saya. Bahkan sekarang, saya masih mengikuti kutipan Pak Ben Mboi, ‘cintai rakyatmu, gunakan akal sehatmu’.

Setelah bertahun-tahun, saya bertemu dengan Dokter Ben Mboi, yang lebih dikenal setelah ia pensiun sebagai seorang prajurit dan Gubernur Nusa Tenggara Timur. Di TNI, ia dikenal sebagai seorang dokter militer yang ikut dalam lompat parasut di Merauke selama kampanye pembebasan Irian Barat. Pada saat itu, komandan kompi adalah Kapten Benny Moerdani, yang kemudian menjadi Menteri Pertahanan dan Panglima TNI (PANGAB) pada tahun 1980-an. Pak Ben Mboi adalah bagian dari kompi Pak Benny Moerdani yang melompat ke Merauke.

Ketika saya bertemu dengan Pak Ben Mboi, ia berbagi banyak cerita dengan saya. Antara lain, ia menceritakan tentang saat ia naik pesawat Hercules sebelum lompat parasut ke Irian Barat. Pada saat itu, Panglima Besar Komando Mandala adalah Mayor Jenderal Suharto, dan beliau memimpin upacara pelepasan. Operasi Jaya Wijaya bertujuan: untuk mengakhiri pendudukan Belanda di Irian Barat. Pak Harto kemudian menjadi seorang Jenderal TNI dan akhirnya Presiden Republik Indonesia.

Pada saat itu, Pak Ben Mboi masih seorang Letnan Satu. Ia adalah seorang dokter militer. Ia menceritakan bahwa pasukan yang dipimpin oleh Pak Benny Moerdani melakukan apel di samping pesawat transporter C-130 Hercules yang mesinnya sudah dinyalakan. Dengan suara keras mesin Hercules di latar belakang, Pak Harto memberikan pidato yang sangat singkat.

Menurut Pak Ben Mboi, ia mendengar Pak Harto berkata: ‘Kalian akan menjalankan tugas pembebasan Irian Barat. Kami sudah mengirim dua tim sebelum kalian beberapa hari yang lalu. Namun, kami belum mendapat kontak dengan mereka hingga sekarang. Saya harus memberitahukan, peluang kalian kembali hidup hanya 50 persen. Sekarang saya akan memberi kalian tiga menit untuk memikirkannya. Jika kalian ragu, sekarang adalah waktunya untuk pergi.’

Menurut Pak Ben Mboi, tidak ada yang keluar dari baris. Pak Harto melirik jam tangannya, dan setelah tiga menit, beliau memerintahkan pasukan untuk naik pesawat. Pak Ben Mboi kemudian bercanda kepada saya bahwa, mungkin, jika Pak Harto memberi mereka lebih banyak waktu untuk memikirkannya, katakanlah lima menit, banyak dari mereka akan mengubah pikiran.

Lucu sekaligus merupakan tindakan kepahlawanan. Saya berpikir, mungkin Pak Ben Mboi benar, jika mereka diberi lebih banyak waktu, mereka mungkin berpikir, ‘Oh tidak, ada kemungkinan 50 persen saya kembali ke keluarga dalam karung jenazah.’ Tapi mereka tidak ragu; bahkan tidak ada keraguan sedikit pun melintas dalam pikiran mereka. Itu adalah semangat kepahlawanan yang mendasari psikologi bangsa pada saat itu.

Ada cerita menarik lain yang dibagikan setelah masa jabatan kegubernurannya berakhir. Saat itu, bawahannya dan stafnya menyadari bahwa Pak Ben Mboi tidak memiliki rumah. Maka mereka mulai mengumpulkan dana dan mendapatkan dukungan dari pemerintah setempat dan beberapa pengusaha lokal untuk membangun rumah Pak Ben Mboi. Sebenarnya, Indonesia memiliki banyak tokoh besar yang mendedikasikan seluruh karir mereka untuk negara tetapi pensiun tanpa memiliki rumah. Itu berarti bahwa mereka tidak melakukan korupsi atau mencari keuntungan pribadi dan namun tidak dihargai dengan semestinya. Dan karena mereka sangat dihormati oleh bawahannya selama bertahun-tahun, para tokoh ini menemukan cara untuk mendapatkan cukup uang untuk membangun rumah saat pensiun dari komandannya.

Saya juga belajar pelajaran hidup kunci ketika Pak Ben Mboi mengatakan kepada saya, ‘Prabowo, jika kamu ingin menjadi pemimpin yang baik, saya hanya bisa memberitahu kamu dua hal. Pertama, cintai rakyatmu dan kedua, gunakan akal sehatmu. Tidak akan salah dengan prinsip ini.’

Itulah yang selalu saya ingat. Sebagai seorang pemimpin, kita harus mencintai rakyat, mencintai para bawahan. Kemudian kita harus menggunakan akal sehat. Kita tidak perlu terlalu berlebihan karena akal sehat biasanya berhasil. Ini mengingatkan saya pada sebuah pepatah Jawa, Ojo Rumongso Iso, Nanging Iso O Rumongso.” Tidak cukup bagi pemimpin menyelesaikan tugas, tetapi mereka juga harus merasakan perasaan, penderitaan, dan kebutuhan orang lain. Itu adalah filsafat yang sangat dalam bagi saya. Bahkan sekarang, saya masih memegang erat pesan Pak Ben Mboi, ‘cintai rakyatmu, gunakan akal sehatmu’.

Source link