Dekadensi Moral Politik Semakin Merajalela dengan Tingginya Kecurangan

by -116 Views

JAKARTA, Waspada.co.id – Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, M. Ali Safa’at mengatakan Indonesia sedang mengalami dekadensi moralitas politik, hal ini terlihat dari terjadinya sederet peristiwa kekerasan dan kecurangan jelang Pemilu 2024.

Menurutnya, tanpa adanya penegakan keadilan dan hukum yang jelas dari institusi terkait, dalam hal ini, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, maka dekadensi ini akan terus terjadi dan menjadi ‘bola salju’.

“Jika kecurangan dan kekerasan tidak ada penyelesaian hukum yang sesuai dengan aturan dan keadilan, levelnya akan meningkat, (lalu) berputar seperti bola salju dan potensi kecurangan juga akan menjadi besar,” jelas Ali di Jakarta, Jumat (5/1).

Di matanya, instrumen yang dimiliki Indonesia sudah lengkap. Negara ini, tutur dia, sudah memiliki instansi dan regulasi yang mumpuni untuk menjalankan demokrasi. Akan tetapi, dia menegaskan, kesuksesan dalam berdemokrasi tersebut bisa dicapai bergantung dari insiatif, profesionalisme, dan sinergitas.

“Regulasi yang kita miliki sudah sangat memadai baik dari sisi rezim pemilunya untuk menyelesaikan berbagai macam bentuk kecurangan atau pelanggaran sampai kerangka waktu, disertai (juga) regulasi hukum dari rezim yang lain soal hak asasi manusia dan penyiaran, jadi sebetulnya sudah saling melengkapi tinggal persoalannya pada aspek bagaimana lembaga-lembaga tersebut mau menegakkannya,” ujarnya.

Ali pun mengungkit sederet peristiwa kecurangan dan kekerasan jelang Pemilu 2024, di antaranya, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, pemberian bantuan dana sosial mengatasnamakan nama Prabowo bukan Kementerian Pertahanan, dan kekerasan relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali.

Ia mengatakan, tindakan-tindakan seperti ini jika tidak diadili hanya akan membentuk peluang kecurangan dan kekerasan baru, terutama pada pemilu legislatif nanti. Dampak dari situasi ini, tutur dia, akan menurunkan kepercayaan masyarakat pada demokrasi.

“Seolah-olah diterima sebagai suatu kebenaran bahwa pemilu dan demokrasi itu tempat hal-hal yang kotor, seolah-olah tidak ada hal-hal yang dapat kita lakukan untuk mengembalikan demokrasi dan pemilu sesuai dengan khittah-nya,” ucapnya. (wol/inilah/pel/d2)