Anggota DPD RI, Dedi Iskandar Batubara, mengkritik masuknya pengungsi Rohingya ke Indonesia, terutama Sumatera Utara. Menurutnya, diperlukan kebijakan penguatan patroli laut di wilayah perbatasan.
“Saya menilai ini berkaitan dengan sistem pengamanan perbatasan kita. Karena wilayah Indonesia kepulauan, artinya potensi untuk masuk secara ilegal ke nusantara ini sangat besar. Seperti Pulau Sumatera, yang berbatasan dengan Samudera Hindia, dan Selat Malaka, menjadi pintu masuk dari berbagai negara,” ujar Dedi kepada wartawan di Medan, Sabtu (6/1).
Menurut Senator Republik Indonesia asal Sumut ini, kekuatan pertahanan negara perlu diprioritaskan di wilayah perairan, guna meminimalisasi adanya tindakan penyelundupan atau perdagangan orang, antar negara.
Baginya, kedatangan pada pengungsi Rohingya yang disebutkan berangkat dari camp pengungsian di Negara Bangladesh menuju Indonesia, di penghujung Desember 2023 lalu, patut dijadikan pelajaran. Sebab, jika sudah masuk ke wilayah nusantara, apalagi berstatus pengungsi, mau tidak mau, harus menjadi urusan bangsa ini.
“Kalau sudah masuk ke sini (Indonesia), mereka (pengungsi) biasanya akan kita tampung, sampai dikembalikan ke tempat asalnya, atau dikirim ke negara ketiga tempat relokasi. Tidak mungkin kita biarkan, 157 orang tanpa makan di negara kita. Itu juga kenapa, banyak yang senang datang ke Indonesia, karena budayanya yang ramah. Bahkan sebelum pemerintah turun tangan, masyarakat sudah bergotong-royong menyiapkan penampungan sementara, sampai memberi mereka makan,” ungkapnya.
Karena itu, Dedi menilai kejadian pengusiran pengungsi Rohingya dari Aceh oleh sejumlah mahasiswa, tidak bisa dipandang sebagai penolakan masyarakat. Mengingat sejak 2015 silam, Provinsi Aceh sudah menerima ribuan orang yang datang saat tragedi genosida di Myanmar kepada etnis tertentu.
“Mungkin jika pemerintah cepat tanggap dan memberikan penjelasan kepada masyarakat, kejadian itu tak perlu terjadi. Terlebih peran organisasi internasional seperti UNHCR, yang seharusnya cepat tanggap melihat apa yang terjadi di sana,” jelas Ketua PW Al-Washliyah Sumut ini.
Penanganan cepat oleh pemerintah setempat menurut Dedi, sangat dibutuhkan. Namun di sisi lain, langkah menampung para pengungsi itu memerlukan biaya yang tidak terduga, tergantung berapa lama mereka berada di Sumatera Utara. Sementara kemungkinan alokasi anggaran untuk itu tidak ditampung di APBD, baik provinsi maupun kabupaten.
“Kita patut berterima kasih kepada masyarakat di Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang yang sukarela memberikan tempat penampungan sementara. Juga Pemkab Deliserdang dan Pemprov Sumatera Utara untuk penanganan pengungsian ini,” sebut Calon DPD RI dapil Sumatera Utara ini.
Dedi pun berharap, pihak UNHCR selaku organisasi dunia yang menangani masalah pengungsi ini segera menyiapkan skema untuk para pengungsi Rohingya ini. Hal tersebut guna mengindari adanya gejolak di masyarakat setempat, mengingat ada beberapa temuan dugaan tindak pidana penyelundupan manusia oleh kepolisian.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) mengadakan rapat koordinasi (Rakor) tentang penanganan pengungsi Rohingya. Antara lain untuk menghimpun informasi, menyusul keberadaan para pengungsi Rohingya di Desa Kwala Besar, Pantai Camar Karang Gading, Deliserdang.
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Basarin Yunus Tanjung mewakili Penjabat (Pj) Gubernur Sumut Hassanudin memimpin rapat yang berlangsung di Ruang Rapat, Lantai 2, Kantor Gubernur, Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 30, Medan, Jumat (5/1).
“Kita telah menghimpun informasi dari semua instansi dan lembaga swadaya masyarakat, serta badan yang ditunjuk PBB seperti UNHCR, Pengungsi Rohingya ini sudah kurang lebih lima hari di sini, untuk penanganan kedaruratan sudah ada bantuan makanan dan lain-lain,” kata Basarin.
Selain itu, juga telah dilakukan antisipasi gesekan antara masyarakat lokal dan pengungsi. Aparat keamanan, Pemerintah Kabupaten Deliserdang dan lainnya, bersama-sama menjaga keamanan di area pengungsi tersebut.
“Isu-isu (pro dan kontra) sudah masuk, sejak awal kita sudah mengantisipasi gesekan antara masyarakat lokal dengan pengungsi, sudah ada pengamanan dari TNI, Pemerintah Kabupaten, nantinya informasi yang berkembang di sana jadi pertimbangan untuk kita tangani selanjutnya,” ungkapnya.
Protection Associate United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Oktina Hafanti mengatakan, pihaknya akan terus mendukung apa yang dilakukan pemerintah kabupaten dan provinsi. Pihaknya juga telah menyalurkan makanan dan lainnya.
Oktina menjelaskan, biasanya dalam penanganan pengungsi, UNHCR biasanya memberikan solusi panjang seperti makanan dan minuman. Ia juga mengaku pihaknya tidak bisa sendiri mengatasi pengungsi. “Tentu saja kita tidak bisa sendiri, mesti didukung Pemerintah Indonesia,” kata Oktina.
Berdasarkan data UNHCR, jumlah pengungsi yang mendarat di Deliserdang berjumlah sebanyak 157. Pengungsi tersebut terdiri dari orang dewasa, anak-anak, bayi dan balita.