Apa yang Dimaksud dengan Program Penebaran Nyamuk Wolbachia untuk Menekan DBD?

by -185 Views

Waspada.co.id – Belakangan ini banyak orang sedang membicarakan program pemerintah yang melakukan penyebaran nyamuk Wolbachia. Teknologi yang dikenal sebagai strategi penurunan Demam Berdarah Dengue (DBD) ini ternyata menuai pro dan kontra dari sebagian orang.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Prof Zubairi Djoerban menjelaskan bahwa Wolbachia adalah jenis bakteri yang ditemukan pada sekitar 60 persen dari semua jenis serangga termasuk kupu-kupu dan lebah. Setidaknya ada enam dari 10 serangga yang mengandung Wolbachia.

“Namun, bakteri ini tidak dapat menyebabkan penyakit pada manusia maupun binatang (kucing, anjing, ikan),” kata Prof Zubairi melalui akun X miliknya @ProfesorZubairi.

Selain itu, Wolbachia juga tidak ditemukan pada nyamuk Aedes Aegypti. Oleh karena itu, para peneliti memasukkan Wolbachia ke dalam telur nyamuk Aedes Aegypti.

Dari telur-telur tersebut, akan terbentuk nyamuk dengan kandungan Wolbachia di dalamnya. Namun demikian, nyamuk ini diproduksi secara massal di laboratorium dengan nyamuk jantan yang terinfeksi dilepas ke daerah yang banyak terdapat nyamuk Aedes Aegypti.

“Nyamuk jantan kemudian akan kawin dengan nyamuk betina di lingkungan tersebut. Maka dari itu, nyamuk hasil kawin ini tidak akan menetas sehingga mengurangi populasi Aedes Aegypti di daerah target,” jelas Prof Zubairi.

Terkait dengan nyamuk betina yang terinfeksi tetapi tidak dilepas, Prof Zubairi menyatakan bahwa mereka akan tetap berkembang biak di laboratorium.

Lebih lanjut, jenis wolbachia yang digunakan pada nyamuk juga sama dengan jenis yang ditemukan di seluruh dunia. Oleh karena itu, setidaknya jenis wolbachia ini selalu ada di sekitar kita setiap hari.

Meskipun demikian, apakah wolbachia ini dapat menimbulkan masalah atau tidak, belum diketahui secara pasti. Namun hingga saat ini, tidak ada data yang membuktikan bahwa Wolbachia menimbulkan masalah.

“Selama ini tidak ada data yang membuktikan bahwa bakteri Wolbachia dapat menyebabkan masalah pada manusia, binatang, maupun lingkungan,” ujar Prof Zubairi. (okz/pel/d1)