Perbedaan yang Harus Ditegaskan antara Izin Medsos dan E-Commerce

by -127 Views

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, mengatakan bahwa platform media sosial dapat menyediakan layanan e-commerce, tetapi pengembang layanannya harus memisahkan izin antara e-commerce dan layanan media sosial. Hal ini dikemukakan sebagai tanggapan terhadap kabar bahwa beberapa platform media sosial seperti TikTok dan YouTube berencana untuk menyediakan layanan e-commerce di Indonesia.

Budi menyatakan, “Kami harus memberikan peluang kepada semua pihak yang ingin menjalankan bisnis di Indonesia. Namun, terkait dengan YouTube, Meta, dan TikTok Shop, yang penting adalah entitasnya harus dipisahkan. Jika itu adalah media sosial, maka izinnya sebagai media sosial, dan jika itu adalah e-commerce, maka izinnya sebagai e-commerce.”

Menurut Budi, hal ini sesuai dengan regulasi yang berlaku di Indonesia, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Budi memastikan bahwa tidak ada larangan bagi platform digital untuk menyediakan layanan e-commerce, tetapi mereka yang ingin menyediakan layanan niaga secara daring harus menyesuaikan diri agar tidak terjadi monopoli layanan dan tercipta persaingan yang sehat.

Budi juga menambahkan, “Tugas pemerintah bukan lagi melarang, tetapi mengatur agar semua pihak sehat dan tidak berpihak. Siapapun dapat bersaing secara sehat. Pertumbuhan dan keragaman adalah hal yang penting, jadi silakan saja selama ekosistemnya sehat.”

Sebelumnya, Indonesia telah mengalami peningkatan tren social commerce yang dimulai dengan penggunaan masif layanan TikTok Shop. Namun, pada akhir September 2023 setelah adanya perubahan aturan, social commerce tidak diizinkan beroperasi di Indonesia karena izin untuk layanan media sosial dan layanan perdagangan harus dipisahkan secara jelas. Hal ini berimbas pada berhentinya layanan TikTok Shop pada awal Oktober 2023.